Kamis, 14 April 2016

Lima Asas Tersirat



LIMA ASAS TERSIRAT
DALAM
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA


A.    Asas opportunitas
            Asas opportunitas yaitu Hak yang dimiliki oleh Kejaksaan selaku Penuntut Umum untuk tidak mengajukan tuntutan suatu perkara ke pengadilan atas pertimbangan demi kepentingan umum.
            Yang perlu diperhatikan mengenai Asas Oportunitas ini yaitu dengan kewenangan Kejaksaan sebagai Penuntut Umum mempunyai kekuasaan yang amat penting untuk mengesampingkan suatu perkara pidana yang sudah jelas dilakukan seseorang. Mengingat tujuan dari prinsip ini yaitu kepentingan umum yang akan dilindungi, maka Jaksa harus berhati-hati dalam melakukan kekuasaan mengesampingkan perkara pidana tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa dengan dasar kepentingan umum seorang Jaksa Penuntut Umum mengesampingkan suatu perkara pidana karena terdakwa adalah teman dekatnya atau Jaksa tersebut telah menerima sogokan dari terdakwa.
            Di Indonesia, pejabat yang berwenang melaksanakan Asas Opportunitas adalah Jaksa Agung dan tidak kepada setiap Jaksa selaku Penuntut Umum dengan alasan mengingat kedudukan Jaksa Agung merupakan Penuntut Umum tertinggi. Hal tersebut diatur dalam dalam Pasal 77 KUHAP dan Undang-Undang No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI Pasal 35 huruf c. Maksud Undang-Undang tersebut adalah untuk menghindari timbulnya penyalahgunaan kekuasaan dalam hal pelaksanaan Asas Opportunitas. Oleh karena itu Jaksa Agung merupakan satu-satunya pejabat yang diberi wewenang untuk melaksanakan Asas Opportunitas.
            Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang asas oportunitas, diantaranya :
1.  Pasal 14 huruf h KUHAP
Penuntut umum mempunyai wewenang :  menutup perkara demi kepentingan hukum
2.  Pasal 46 ayat (1) KUHAP
Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan  siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila: 
a.       kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; 
b.      perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

B.     Asas Jaksa sebagai Penuntut Umum dan Polisi sebagai Penyidik
            Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang Asas Jaksa sebagai Penuntut Umum :
1.  Pasal 1 ayat (6) huruf a KUHAP
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.  Pasal 1 ayat (6) huruf b KUHAP
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3.  Pasal 13 KUHAP
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
4.  Pasal 14 KUHAP
Penuntut umum mempunyai wewenang:
a.       menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
b.      mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; 
c.       memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d.      membuat surat dakwaan;
e.       melimpahkan perkara ke pengadilan;
f.       menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; 
g.      melakukan penuntutan;
h.      menutup perkara demi kepentingan hukum;
i.        mengadakan tindakan lain dalam Iingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini; 
j.        melaksanakan penetapan hakim.
5.  Pasal 15 KUHAP
Penuntut umum menuntut perkara tindak pidana yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut ketentuan undang-undang. 
6.  Pasal 20 ayat (2) KUHAP
Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan.
7.  Pasal 21 ayat (2) KUHAP
Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap
tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.
8.  Pasal 23 ayat (1) KUHAP
Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan
yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. 

            Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang Asas Polisi sebagai penyidik :
1.  Pasal 1 ayat butir 1 KUHAP
Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
2.  Pasal 1 ayat butir 3 KUHAP
Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
3.  Pasal 6 ayat (1) KUHAP
Penyidik adalah:
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

4.  Pasal 7 ayat (1) KUHAP
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya
mempunyai wewenang :
a.    menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b.    melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c.    menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; 
d.    melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.    melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 
f.     mengambil sidik jari dan memotret seorang; 
g.    memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.    mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.      mengadakan penghentian penyidikan;
j.       mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
5.  Pasal 7 ayat (2) KUHAP
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang  sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
6.  Pasal 10 ayat (1) KUHAP
Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diangkat
oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
7.  Pasal 11 KUHAP
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali  mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.
8.  Pasal 12 KUHAP
Penyidik pembantu membuat berita acara dan menyerahkan berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut umum


C.    Asas Praperadilan
            Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang Asas Praperadilan :
1.      Pasal 1 butir 10 KUHAP
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus  menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: 
a.    sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b.    sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c.    permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
2.      Pasal 77  jo. Pasal 83 KUHAP
è Pasal 77 KUHAP:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang  diatur dalam undang-undang ini tentang: 
a.       sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; 
b.      ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
è Pasal 78 KUHAP
(1) Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan. 
(2) Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera
è Pasal 79 KUHAP
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan  diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. 
è Pasal 80 KUHAP
Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

è Pasal 81 KUHAP
Permintaan ganti kerugian dan atau rehabiitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau  penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya.
è Pasal 82 KUHAP
(1) Acara pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 ditentukan sebagai berikut:
a.    dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang
b.    dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknyapenangkapan atau  penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan  ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang; 
c.    perneriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya
d.   dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan  pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur
e.    putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk  mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. 
(2) Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81, harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. 
(3) Isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga memuat hal sebagai berikut 
a.    dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah; maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka
b.    dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau  penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan
c.    dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya
d.   dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dan siapa benda itu disita. 
(4) Ganti kerugian dapat diminta, yang meliputi hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan Pasal 95. 
è Pasal 83 KUHAP
(1) Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 tidal dapat dimintakan banding. 
(2) Dikecualikan dan ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.
3.      Pasal 95 KUHAP
(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. 
(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77. 
(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kapada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. 
(4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1)
ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. 
(5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan. 
4.      Pasal 97 ayat (3) KUHAP
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77. 

D.    Asas Pemeriksaan Langsung
            Asas ini adalah asas yang menyatakan bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan dalam Peradilan Pidana adalah proses pemeriksaan secara langsung dengan kehadiran terdakwa (in presentia) dan juga kepada para saksi. 
            Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang Asas Pemeriksaan langsung :
1.        Pasal 152 KUHAP
(1) Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang. 
(2) Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.
2.        Pasal 154 KUHAP
(1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas. 
(2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah. 
(3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang rnenunda persidangan dan  memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. 
(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi. 
(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan. 
(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya. 
3.        Pasal 155 KUHAP
(1) Pada permulaan sidang. hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama Iengkap. tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. 
(2) a. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan; 
      b. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan. 
4.        Pasal 156 ayat (1) KUHAP
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. 
5.        Pasal 160 KUHAP
(1) a. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum; 
     b. Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi; 
     c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selamã berIangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusán, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. 
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya. 
(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. 
(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan. 
6.        Pasal 161 KUHAP
(1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari. 
(2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim. 
7.        Pasal 172 KUHAP
(1) Setelah saksi memberi keterangan maka terdakwa atau penasihat hukum ataupenuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar keterangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa hádirnya saksi yang dikeluarkan tersebut. 
(2) Apabila dipandang perlu hakim karena jabatannya dapat minta supaya saksi yang tèlah didengar keterangannya ke luar dari ruang sidang untuk selanjutnya mendengar keterangan saksi yang lain. 
8.        Pasal 173 KUHAP
Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa, untuk itu Ia minta terdakwa ke luar dari ruang sidang akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua hal pada waktu ia tidãk hadir. 
9.        Pasal 174 KUHAP
(1) Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh -sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu. 
(2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu. 
(3) Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini. 
(4) Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai. 
10.    Pasal 175 KUHAP
Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab, pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan. 
11.    Pasal 176 KUHAP
(1) Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa. 
(2) Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap dapat dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa. 
12.    Pasal 177 KUHAP
(1) Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan. 
(2) Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara Ia tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu. 
13.    Pasal 181 KUHAP
(1) Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadañya apakah Ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-undang ini. 
(2) Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi. 
(3) Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu. 
14.    Pasal 190 KUHAP
a. Selama pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk menahan terdakwa apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu. 
b. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk membebaskan terdakwaa jika terdapat alasan cukup untuk itu dengan mengingat ketentuan Pasal 30. 
15.    Pasal 202 KUHAP
(1) Panitera membuat berita acara sidang dengan memperhatikan persyaratan yang diperlukan dan memuat segala kejadan di sidang yang berhubungan dengan pemeriksaan itu.
(2) Berita acara sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat juga hal yang penting dari keterangan saksi, terdakwa dan ahli kecuali jika hakim ketua sidang menyatakan bahwa untuk ini cukup ditunjuk kepada keterangan dalam berita acara pemeriksaan dengan menyebut perbedaan yang terdapat antara yang satu dengan lainnya.
(3) Atas permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum, hakim ketua sidang wajib memerintahkan kepada panitera supaya dibuat catatan secara khusus tentang suatu keadaan atau keterangan.
(4) Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera kecuali apabila salah seorang dari mereka berhalangan, maka hal itu dinyatakan dalam berita acara tersebut.

E.     Asas Personalitas Aktif dan Pasif
v  Asas Personalitas Aktif :
Asas personalitas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik. Hukum pidana Indonesia mengikuti warganegaranya kemana pun ia berada.
1.      Pasal 2 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.
2.      Pasal 5 KUHP
(1)   Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:
1.    salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
2.    salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.
(2)   Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.

v  Asas Personalitas Pasif :
1.      Pasal 3 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
2.      Pasal 4 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
a.       salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 13
b.      suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
c.       pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
d.      salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

0 komentar:

Posting Komentar