Slide Title 1
Aenean quis facilisis massa. Cras justo odio, scelerisque nec dignissim quis, cursus a odio. Duis ut dui vel purus aliquet tristique.
Slide Title 2
Morbi quis tellus eu turpis lacinia pharetra non eget lectus. Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia Curae; Donec.
Slide Title 3
In ornare lacus sit amet est aliquet ac tincidunt tellus semper. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.
Senin, 02 Mei 2016
Selasa, 19 April 2016
adakah
adakah, dia yang datang tapi tidak untuk singgah dan akhirnya pergi
adakah, dia yang datang tapi tidak untuk menyakiti
adakah, dia yang datang untuk saling melengkapi dan berbagi
adakah harapan itu. . ?? eitssss hmm
Pengharapan paling pahit adalah berharap pada manusia. #nasehat diri, uhhuk uhhuk :p
Dekati penciptaNya, gantung harapan pada penciptaNya. Sampaikan inginmu dalam bait indah do'a kepadaNya. Pasrahkan pada sang Pencipta.
#wusssss
adakah, dia yang datang tapi tidak untuk menyakiti
adakah, dia yang datang untuk saling melengkapi dan berbagi
adakah harapan itu. . ?? eitssss hmm
Pengharapan paling pahit adalah berharap pada manusia. #nasehat diri, uhhuk uhhuk :p
Dekati penciptaNya, gantung harapan pada penciptaNya. Sampaikan inginmu dalam bait indah do'a kepadaNya. Pasrahkan pada sang Pencipta.
#wusssss
Kamis, 14 April 2016
PERKEMBANGAN PERGERAKAN NASIONAL DARI YANG BERSIFAT ETNIK, KEDAERAHAN, KEAGAMAAN SAMPAI TERBENTUKNYA NASIONALISME INDONESIA.
Nasionalisme jika dilihat dari aspek bahasa, memiliki akar kata Natie
(Belanda), atau nation (Inggris) yang berarti bangsa. Nasionalisme adalah faham
yang berkaitan denga kecintaan terhadap tanah air. Orang yang bersifat
nasionalis adalah orang yang mencintai bangsa dan tanah airnya. Kehadiran Jong
Java mendorong lahirnya beberapa perkumpulan serupa, seperti lahirnya Pasundan,
Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Selebes,
Timorees ver Bond, PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia), Pemuda
Indonesia/ Jong Indonesia, Jong Islamienten Bond, Kepanduan, dan sebagainya.
Semua organisasi tersebut mendorong timbulnya kesadaran nasional bangsa
Indonesia.
1. Budi Utomo
(BU)
Budi
Utomo sebagai pelopor Pergerakan Nasional Indonesia memiliki semboyan
hendak meningkatkan martabat rakyat. Mas Ngabehi Wahidin Sudiro Husodo,
seorang memajukan pendidikan di Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan
tersebut, didirikan Studie Fond. Studie ini merupakan badan yang
bertujuan mengumpulkan dana untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada
bangsa Indonesia dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Cita-cita
luhur itu ternyata kurang memperoleh dukungan, khususnya, dari
golongan priyayi. Usaha Wahidin Sudiro Husodo tersebut, ternyata
mempengaruhi jiwa Sutomo, seorang mahasiswa STOVIA Jakarta. Pada
tanggal 20 Mei 1908, para mahasiswa STOVIA memproklamasikan berdirinya
Budi Utomo. Pada kesempatan itu, Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya. Organisasi
yang baru berdiri itu menentukan keanggotaannya, dari golongan terpelajar
(intelektual). Pada awalnya, Budi Utomo bukanlah organisasi politik. Hal itu
dapat dilihat dari tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Mengupayakan
hubungan kekeluargaan atas segenap bangsa Bumi Putera,
b. Mengadakan
perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah,
c. Mendirikan
badan wakaf yang akan mengumpulkan dana untuk kepentingan belanja anak-anak
sekolah, dan
d. Memajukan
kebudayaan dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam upaya mencapai
kehidupan yang layak.
Budi
Utomo merupakan pelopor organisasi moderen. Organissi ini menjadi model bagi
gerakan berikutnya. Walaupun ruang lingkup kegiatan Budi Utomo terbatas pada
golongan terpelajar dan wilayahnya meliputi Jawa, Madura dan Bali, akan tetapi
Budi Utomo menjadi tonggak awal kebangkitan nasional. Karena itu, oleh Bangsa
Indonesia, kelahiran Budi Utomodiperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional
Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor
31, tanggal 16 Desember 1959.
2. Sarekat
Islam (SI)
Semula, organisasi ini bernama Sarekat
Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada tahun 1911 oleh Haji Samanhudi. Kelahiran
SDI didorong dengan adanya keinginan untuk bersaing dengan pedagang Tionghoa
dalam monopoli perdagangan batik di Solo. Dengan sistem monopoli yang dilakukan
oleh para pedagang Tionghoa itu, para pengrajin batik yang ada di Solo sangat
dirugikan, terutama dalam penentuan harga.
SDI didirikan di Kota Solo oleh H. Samanhudi dengan maksud untuk memajukan perdagangan di bawah panji-panji Islam, SDI juga memiliki tujuan seperti yang terumus dalam anggaran dasarnya sebagai berikut :
SDI didirikan di Kota Solo oleh H. Samanhudi dengan maksud untuk memajukan perdagangan di bawah panji-panji Islam, SDI juga memiliki tujuan seperti yang terumus dalam anggaran dasarnya sebagai berikut :
a.
Mengembangkan jiwa berdagang,
b. Memberi
bantuan kepada para anggotanya yang mengalami kesukaran,
c. Memajukan
pengajaran dan mempercepat naiknya derajat Bangsa Bumi Putra, dan
d. Menggalang
persatuan umat Islam khususnya dalam memajukan kehidupan Agama Islam.
Ruang lingkup keanggotaan SDI terbatas (hanya pedagang yang beragama Islam). Itu merupakan penghalang bagi upaya SDI untuk menjangkau keanggotaan yang lebih luas. Oleh karena itu, ada keinginan agar SDI menjelma menjadi organisasi massa. Untuk itu, pada tahun 1912, Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Dengan perubahan itu, Sarekat Islam menjadi organisasi yang terbuka sehingga memungkinkan untuk menjangkau keanggotaan yang lebih banyak karena Islam menjadi identitas pribumi.Sarekat Islam berkembang dengan pesat karena Agama Islam menjadi motivasinya. Perkembangan Sarekat Islam amat mengkhawatirkan Belanda. Dalam rangka memantapkan keberadaan Sarekat Islam, ada upaya untuk mendapatkan badan hukum dari Pemerintah Kolonial Belanda. Karena itu, Sarekat Islam mengajukan badan hukum. Keinginan tersebut, ternyata ditolak oleh Belanda, yang memperoleh badan hukum justru Sarekat Islam lokal, sehingga terjadi perpecahan diberbagai daerah. Perpecahan semula terjadi antara Agus Salim dan Abdul Muis dengan Semaun. Kedua tokoh itu memiliki pandangan yang bertolak belakang. Agus Salim adalah seorang yang agamis (religius), sedangkan Semaun seorang sosialis (bahkan komunis).
Dalam Kongres Sarekat Islam, tahun 1921, dilakukan disiplin partai. Tidak diperkenankan adanya keanggotaan rangkap maupun jabatan rangkap antara SI dengan oraganisasi lain.
Ruang lingkup keanggotaan SDI terbatas (hanya pedagang yang beragama Islam). Itu merupakan penghalang bagi upaya SDI untuk menjangkau keanggotaan yang lebih luas. Oleh karena itu, ada keinginan agar SDI menjelma menjadi organisasi massa. Untuk itu, pada tahun 1912, Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Dengan perubahan itu, Sarekat Islam menjadi organisasi yang terbuka sehingga memungkinkan untuk menjangkau keanggotaan yang lebih banyak karena Islam menjadi identitas pribumi.Sarekat Islam berkembang dengan pesat karena Agama Islam menjadi motivasinya. Perkembangan Sarekat Islam amat mengkhawatirkan Belanda. Dalam rangka memantapkan keberadaan Sarekat Islam, ada upaya untuk mendapatkan badan hukum dari Pemerintah Kolonial Belanda. Karena itu, Sarekat Islam mengajukan badan hukum. Keinginan tersebut, ternyata ditolak oleh Belanda, yang memperoleh badan hukum justru Sarekat Islam lokal, sehingga terjadi perpecahan diberbagai daerah. Perpecahan semula terjadi antara Agus Salim dan Abdul Muis dengan Semaun. Kedua tokoh itu memiliki pandangan yang bertolak belakang. Agus Salim adalah seorang yang agamis (religius), sedangkan Semaun seorang sosialis (bahkan komunis).
Dalam Kongres Sarekat Islam, tahun 1921, dilakukan disiplin partai. Tidak diperkenankan adanya keanggotaan rangkap maupun jabatan rangkap antara SI dengan oraganisasi lain.
3. Perhimpunan
Indonesia
Orang-orang
Indonesia yang ada di Negeri Belanda pada tahun 1908, mendirikan organisasi
yang diberi nama Indische Vereniging. Pelopor berdirinya organisasi ini adalah
Sultan Kasayangan seorang mahasiswa dan Noto Suroto seorang penyair dari
Jogjakarta.
Tujuan
yang dirumuskan oleh organisasi ini adalah memajukan kepentingan bersama atas
orang-orang yang berasal dari Indonesia, baik yang pribumi maupun nonpribumi,
yang ada di Negeri Belanda.
Dalam perkembangannya, Indische Vereniging, pada tahun 1925, digantinamanya menjadi Perhimpunan Indonesia, dan sejak itu nama perkumpulan ini menggunakan istilah “Indonesia”. Hal ini menjadi penting karena mulai digunakan kata Indonesia sebagai upaya menunjukkan identitas kita. Kedatangan tokoh-tokoh pergerakan nasional ke Negeri Belanda seperti Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, dan Muhammad Hatta sangat menguntungkan perkembangan Perhimpunan Indonesia. Pada masa kepemimpinan Muhammad Hatta, aktivitas Perhimpunan
Dalam perkembangannya, Indische Vereniging, pada tahun 1925, digantinamanya menjadi Perhimpunan Indonesia, dan sejak itu nama perkumpulan ini menggunakan istilah “Indonesia”. Hal ini menjadi penting karena mulai digunakan kata Indonesia sebagai upaya menunjukkan identitas kita. Kedatangan tokoh-tokoh pergerakan nasional ke Negeri Belanda seperti Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, dan Muhammad Hatta sangat menguntungkan perkembangan Perhimpunan Indonesia. Pada masa kepemimpinan Muhammad Hatta, aktivitas Perhimpunan
Indonesia semakin meluas.
Perhimpunan Indonesia banyak mengikuti
pertemuan internasional, seperti konferensi internasional yang diadakan di
Paris dan Belgia, sehingga mereka dapat mengomunikasikan perjuangan Bangsa
Indonesia kepada dunia internasional. Perjuangannya bersifat non-cooperasi dan
self help.
PI memiliki media, yaitu majalah Hindia
Putra. Melalui media ini perjuangan dan cita-cita Bangsa Indonesia disampaikan
kepada pihak lain. Untuk lebih menunjukkan sifat ke-Indonesiaannya, nama Hindia
Putra diganti menjadi Indonesia Merdeka. Keberadaan PI dalam sejarah Pergerakan
Nasional memiliki arti penting mengingat organisasi itu juga membuka
keanggotaannya untuk semua mahasiswa yang ada di Hindia Belanda.
4. Indische
Partij (IP)
Indische
Partai didirikan pada tanggal 2 Desember 1912 sebagai organisasi politik
didirikan oleh Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Surjaningrat, dan seorang keturunan
Belanda yaitu E.F.E. Douwes Dekker. Pendirian Indische Partij juga
dimaksudkan untuk menggantikan Indische Bond yang merupakan organisasi
orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai oleh
Indische Partij adalah membangun patriotisme sesama “Indiers” terhadap
tanah air yang memberi lapangan hidup kepada mereka. Tujuannya adalah bekerja
sama atas dasar persamaan ketatanegaraan dalam memajukan tanah air.
Dalam
upaya mempertahankan keberadaannya sebagai organisasi, para pemimpinnya
berupaya agar mendapatkan pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi
usaha itu gagal karena pemerintah Hindia Belanda dengan segala cara selalu
melarang berdirinya organisasi yang dianggap membahayakan.
5. Indische
Social Democratische Vereniging (ISDV)
Para
pegawai Belanda di Indonesia, semula, mendirikan Indische Social Democratische
Veregining (ISDV). Dalam perkembangannya, ISDV, pada tanggal 20 Mei 1920,
diubah menjadi Partai Komunis Hindia. Setelah itu, diubah lagi menjadi Partai
Komunis Indonesia (PKI). Pengurusnya ialah Semaun (Ketua), Darsono (Wakil
Ketua), Bergsma (Sekretaris) dan anggota pengurus yang terdiri dari Baars,
Sugono, dan H.W. Dekker sebagai bendahara.
Partai
Komunis Indonesia (PKI) secara resmi berdiri tanggal 23 Mei 1920. Tokoh yang
ada di belakang pendirian PKI adalah Sneevlit, seorang pegawai Belanda yang
dikirim ke Indonesia. Pada tanggal 13 November 1926, PKI mengadakan
pemberontakan di Banten, Sumatera disusul tindakan kekerasan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Banyak penangkapan terhadap tokoh perjuangan, yang
dibuang ke Digul dan Tanah Merah.
6. Partai
Nasional Indonesi (PNI)
Partai Nasional Indonesia (PNI) lahir di
Bandung pada tanggal 4 Juli 1927. Kelahiran PNI tidak terlepas dari peranan
Algemeen Studie Club, yaitu suatu kelompok studi para mahasiswa di Bandung.
Rapat pendirian PNI, dihadiri oleh Ir. Soekarno, dr. Tjipto Mangunkusumo,
Sudjadi, Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo, Mr. Budiarto dan Mr. Soenarjo. Pada rapat
pendirian tersebut, terbentuklah susunan pengurus yang disahkan dalam kongres
PNI pertama di Surabaya tanggal 27 sampai 30 Mei 1928. Susunan pengurusnya
adalah sebagai berikut:
Ketua/Pemuka :
Ir. Soekarno
Sekretaris/Bendahara : Mr. Iskaq
Tjokrohadisurjo
Anggota
: dr. Samsi, Mr. Sartono, Mr. Soenarjo,
Ir. Anwari
Dalam
Kongres tersebut juga mengesahkan program kerja yang meliputi bidang politik
untuk mencapai Indonesia merdeka, memajukan perekonomian nasional, dan
memajukan pelajaran nasional. Oleh karena itu, dalam mewujudkannya kemudian
didirikan sekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bank nasional, dan
perkumpulan koperasi. Garis perjuangan PNI adalah non-cooperative, artinya
tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Karena ketatnya
pengawasan politik oleh pihak kolonial Belanda, para tokoh PNI kemudian
ditangkap pada tahun 1930. Akibatnya, Soekarno, Gatot Mangkuprodjo, Markum
Sumodiredjo, dan Supriadinata ditangkap dan dajatuhi hukuman oleh pengadilan
Bandung. Dalam sidang tersebut, Soekarno menulis pembelaan deangan judul
Indonesia Menggugat.
Penangkapan
terhadap tokoh PNI merupakan pukulan berat sehingga menggoyahkan kehidupan
partai tersebut. Dalam suatu kongres luar biasa di Jakarta tanggal 25 April
1931, diambil keputusan bahwa PNI dibubarkan. Pembubaran PNI ini membawa
perpecahan pada para pendukungnya. Sartono kemudian mendirikan Partindo
sedangkan Moh. Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan PNI Baru (Pendidikan Nasional
Indonesia)
7. Permufakatan
Perhimpunan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
Pendirian PPPKI atas usul PNI bersama-sama Sarekat Islam, BU, Pasundan, Sumatransche Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, dan Algmeen Studie Club. Kesepakatan itu terjadi dalam rapat tanggal 17 sampai 18 Desember 1927.
Pendirian PPPKI atas usul PNI bersama-sama Sarekat Islam, BU, Pasundan, Sumatransche Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, dan Algmeen Studie Club. Kesepakatan itu terjadi dalam rapat tanggal 17 sampai 18 Desember 1927.
Tujuan yang ingin dicapai dari federasi
ini adalah kesatuan aksi dalam menghadapi imperialisme Belanda. Sebagai suatu
federasi dari gerakan kebangsaan PPPKI, mampu mengordinasikan gerakan yang ada,
baik yang radikal maupun yang maderat. Upaya PPPKI yang memberikan sumbangan
terhadap perjuangan Bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
a. PPPKI
mendirikan badan yang bertugas memberikan bantuan terhadap pembebasan pelajar
di negeri Belanda.
b. PPPKI
mengadakan rapat tahun 1930 karena terjadinya penangkapan terhadap para
pemimpin Frond Nasional yang diharapakan dapat memberikan bantuan terhadap
keluarga yang ditinggalkan karena masuk penjara Belanda.
c. PPPKI ikut
menghadiri Kongres Indonesia Raya tahun 1932. Dalam kongres itu diusahakan
peredaan ketegangan diantara organisasi-organisasi politik yang ada di
Indonesia.
8. Gabungan
Politik Indonesia (GAPI)
TekananPemerintahan Kolonial Belanda
mengakibatkan PPPKI sebagai suatu federasi tidak dapat menjalankan fungsinya.
Oleh karena itu, dalam rapat pendirian Concentrasi Nasionalyang diadakan
tanggal 21 Mei 1939 di Batavia, didirikan GAPI, sebuah federasi baru. Yang
menjadi anggotanya adalah Parindra, Gerindro, Pasundan, Persatuan Minahasa,
PSII, PII, dan Partai Katolik. Yang menjadi latar belakang berdirinya GAPI
adalah:
a. kegagalan
Petisi Sutardjo,
b. kegentingan
nasional akibat timbulnya bahaya fasis, dan
c. sikap pemerintah
kolonial Belanda yang kurang memperhatikan kepentinga Bangsa Indonesia. Di
dalam anggaran dasarnya, GAPI mencantumkan hak untuk menentukan
sendiri, persatuan nasional, dan persatuan aksi seluruh pergerakan
Indonesia. Semboyan yang dikumandangkan dalam konferensi pertamanya tanggal 4
Juli 1939 adalah Indonesia berparlemen. GAPI mengeluarkan pernyataan yang
dikenal dengan nama Manifesto GAPI yang isinya menyerukan kepada semua pihak
untuk waspada terhadap bahaya fasis. Untuk pertama kalinya, GAPI dipimpin oleh
M.H. Husni Tamrin, Amir Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono.
9. Partai Indonesia
Raya (Parindra)
Adanya tekanan terhadap organisasi
politik non cooperative oleh pemerintah kolonial Belanda, menyebabkan Studie
Club mulai memfungsikan dirinya dalam membina kader-kader bangsa. Karena
itulah, Indonesische Studie ClubSurabayayang dipimpin oleh dr. Sutomo mulai
mengembangkan pengaruhnya di kalangan masyarakat. Diubahlah Indonesische Studie
Club menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) pada tahun 1931. PBI merupakan
salah satu cikal bakal dari Parindra.
Lima Asas Tersirat
LIMA
ASAS TERSIRAT
DALAM
KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA
A.
Asas
opportunitas
Asas opportunitas yaitu Hak yang
dimiliki oleh Kejaksaan selaku Penuntut Umum untuk tidak mengajukan tuntutan
suatu perkara ke pengadilan atas pertimbangan demi kepentingan umum.
Yang perlu diperhatikan mengenai
Asas Oportunitas ini yaitu dengan kewenangan Kejaksaan sebagai Penuntut Umum
mempunyai kekuasaan yang amat penting untuk mengesampingkan suatu perkara
pidana yang sudah jelas dilakukan seseorang. Mengingat tujuan dari prinsip ini
yaitu kepentingan umum yang akan dilindungi, maka Jaksa harus berhati-hati
dalam melakukan kekuasaan mengesampingkan perkara pidana tersebut. Karena tidak
menutup kemungkinan bahwa dengan dasar kepentingan umum seorang Jaksa Penuntut
Umum mengesampingkan suatu perkara pidana karena terdakwa adalah teman dekatnya
atau Jaksa tersebut telah menerima sogokan dari terdakwa.
Di Indonesia, pejabat yang berwenang
melaksanakan Asas Opportunitas adalah Jaksa Agung dan tidak kepada setiap Jaksa
selaku Penuntut Umum dengan alasan mengingat kedudukan Jaksa Agung merupakan
Penuntut Umum tertinggi. Hal tersebut diatur dalam dalam Pasal 77 KUHAP dan
Undang-Undang No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI Pasal 35 huruf c. Maksud
Undang-Undang tersebut adalah untuk menghindari timbulnya penyalahgunaan
kekuasaan dalam hal pelaksanaan Asas Opportunitas. Oleh karena itu Jaksa Agung
merupakan satu-satunya pejabat yang diberi wewenang untuk melaksanakan Asas
Opportunitas.
Pasal-pasal
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang asas oportunitas,
diantaranya :
1.
Pasal 14 huruf h KUHAP
Penuntut umum
mempunyai wewenang : menutup perkara
demi kepentingan hukum
2.
Pasal 46 ayat (1) KUHAP
Benda yang
dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau
kepada mereka yang paling berhak apabila:
a.
kepentingan penyidikan dan penuntutan
tidak memerlukan lagi;
b.
perkara tersebut tidak jadi dituntut
karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; perkara
tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup
demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau
yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
B.
Asas
Jaksa sebagai Penuntut Umum dan Polisi sebagai Penyidik
Pasal-pasal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang Asas Jaksa sebagai Penuntut Umum
:
1.
Pasal 1 ayat (6) huruf a KUHAP
Jaksa adalah
pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak
sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh
kekuatan hukum tetap.
2.
Pasal 1 ayat (6) huruf b KUHAP
Penuntut umum
adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3.
Pasal 13 KUHAP
Penuntut umum
adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
4.
Pasal 14 KUHAP
Penuntut umum
mempunyai wewenang:
a.
menerima dan memeriksa berkas perkara
penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
b.
mengadakan pra penuntutan apabila ada
kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3)
dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan
dari penyidik;
c.
memberikan perpanjangan penahanan,
melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan
setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d.
membuat surat dakwaan;
e.
melimpahkan perkara ke pengadilan;
f.
menyampaikan pemberitahuan kepada
terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai
surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada
sidang yang telah ditentukan;
g.
melakukan penuntutan;
h.
menutup perkara demi kepentingan hukum;
i.
mengadakan tindakan lain dalam Iingkup
tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang
ini;
j.
melaksanakan penetapan hakim.
5.
Pasal 15 KUHAP
Penuntut umum
menuntut perkara tindak pidana yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut ketentuan
undang-undang.
6.
Pasal 20 ayat (2) KUHAP
Untuk
kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau
penahanan
lanjutan.
7.
Pasal 21 ayat (2) KUHAP
Penahanan atau
penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap
tersangka atau
terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang
mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan
serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan
serta tempat ia ditahan.
8.
Pasal 23 ayat (1) KUHAP
Penyidik atau
penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan
yang satu kepada
jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Pasal-pasal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang Asas Polisi sebagai penyidik
:
1.
Pasal 1 ayat butir 1 KUHAP
Penyidik adalah
pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.
2.
Pasal 1 ayat butir 3 KUHAP
Penyidik
pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi
wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam
undang-undang ini.
3.
Pasal 6 ayat (1) KUHAP
Penyidik adalah:
a. pejabat
polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
4.
Pasal 7 ayat (1) KUHAP
Penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya
mempunyai
wewenang :
a.
menerima Iaporan atau pengaduan dari
seorang tentang adanya tindak pidana;
b.
melakukan tindakan pertama pada saat di
tempat kejadian;
c.
menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.
melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan;
e.
melakukan pemeriksaan dan penyitaan
surat;
f.
mengambil sidik jari dan memotret
seorang;
g.
memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.
mendatangkan orang ahli yang diperlukan
dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.
mengadakan penghentian penyidikan;
j.
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.
5.
Pasal 7 ayat (2) KUHAP
Penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah
koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
6.
Pasal 10 ayat (1) KUHAP
Penyidik
pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diangkat
oleh Kepala
kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat
(2) pasal ini.
7.
Pasal 11 KUHAP
Penyidik
pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan
pelimpahan wewenang dari penyidik.
8.
Pasal 12 KUHAP
Penyidik
pembantu membuat berita acara dan menyerahkan berkas perkara kepada penyidik,
kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan
kepada penuntut umum
C.
Asas
Praperadilan
Pasal-pasal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang Asas Praperadilan :
1.
Pasal 1 butir 10 KUHAP
Praperadilan adalah
wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini, tentang:
a.
sah atau tidaknya suatu penangkapan dan
atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasa tersangka;
b.
sah atau tidaknya penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c.
permintaan ganti kerugian atau
rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
2.
Pasal 77 jo. Pasal 83 KUHAP
è Pasal
77 KUHAP:
Pengadilan
negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.
sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.
ganti kerugian dan atau rehabilitasi
bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan.
è Pasal
78 KUHAP
(1) Yang
melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
adalah praperadilan.
(2) Praperadilan
dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan
dibantu oleh seorang panitera
è Pasal
79 KUHAP
Permintaan
pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau
kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
è Pasal
80 KUHAP
Permintaan untuk
memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat
diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan
kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
è Pasal
81 KUHAP
Permintaan ganti
kerugian dan atau rehabiitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian
penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya.
è Pasal
82 KUHAP
(1) Acara
pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal
80 dan Pasal 81 ditentukan sebagai berikut:
a.
dalam waktu tiga hari setelah
diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang
b.
dalam memeriksa dan memutus tentang sah
atau tidaknyapenangkapan atau penahanan,
sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat
tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan
atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian,
hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat
yang berwenang;
c.
perneriksaan tersebut dilakukan cara
cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan
putusannya
d.
dalam hal suatu perkara sudah mulai
diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan
belum selesai, maka permintaan tersebut gugur
e.
putusan praperadilan pada tingkat
penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada
tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan
baru.
(2) Putusan
hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal
81, harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya.
(3) Isi putusan
selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga memuat hal
sebagai berikut
a.
dalam hal putusan menetapkan bahwa
sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah; maka penyidik atau jaksa penuntut
umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka
b.
dalam hal putusan menetapkan bahwa
sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan
tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan
c.
dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu
penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah
besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal
suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak
ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya
d.
dalam hal putusan menetapkan bahwa benda
yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan
dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka
atau dan siapa benda itu disita.
(4)
Ganti kerugian dapat diminta, yang meliputi hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
77 dan Pasal 95.
è Pasal
83 KUHAP
(1) Terhadap
putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80,
dan Pasal 81 tidal dapat dimintakan banding.
(2) Dikecualikan
dan ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya
penghentian penyidikan atau penuntutan yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir
ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.
3.
Pasal 95 KUHAP
(1) Tersangka, terdakwa
atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan,
dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan.
(2) Tuntutan ganti
kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan
serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud
dalarn ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di
sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
(3) Tuntutan ganti
kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa,
terpidana atau ahli warisnya kapada pengadilan yang berwenang mengadili perkara
yang bersangkutan.
(4) Untuk memeriksa dan
memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1)
ketua pengadilan sejauh
mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang
bersangkutan.
(5) Pemeriksaan
terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara
praperadilan.
4.
Pasal 97 ayat (3) KUHAP
Permintaan rehabilitasi
oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal
77.
D.
Asas
Pemeriksaan Langsung
Asas
ini adalah asas yang menyatakan bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan dalam
Peradilan Pidana adalah proses pemeriksaan secara langsung dengan kehadiran
terdakwa (in presentia) dan juga kepada para saksi.
Pasal-pasal
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat tentang Asas
Pemeriksaan langsung :
1.
Pasal 152 KUHAP
(1) Dalam hal
pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa
perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan
menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari
sidang.
(2) Hakim dalam
menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada
penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang
pengadilan.
2.
Pasal 154 KUHAP
(1) Hakim ketua
sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan,
ia dihadapkan dalam keadaan bebas.
(2) Jika dalam
pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang
yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah
dipanggil secara sah.
(3) Jika
terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang rnenunda persidangan
dan memerintahkan supaya terdakwa
dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya.
(4) Jika
terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang
tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan
dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.
(5) Jika dalam
suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir
pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat
dilangsungkan.
(6) Hakim ketua
sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah
setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada
sidang pertama berikutnya.
3.
Pasal 155 KUHAP
(1) Pada
permulaan sidang. hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama
Iengkap. tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya
memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang.
(2) a. Sesudah
itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat
dakwaan;
b. Selanjutnya
hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar
mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas
permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.
4.
Pasal 156 ayat (1) KUHAP
Dalam hal
terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak
berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat
dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum
untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
selanjutnya mengambil keputusan.
5.
Pasal 160 KUHAP
(1) a. Saksi
dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang
dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat
penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b. Yang pertama-tama didengar keterangannya
adalah korban yang menjadi saksi;
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan
maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara
dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum
selamã berIangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusán, hakim ketua
sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2) Hakim ketua
sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir,
umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan
perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau
semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau
isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja
dengannya.
(3) Sebelum
memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara
agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan
tidak lain daripada yang sebenarnya.
(4) Jika
pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau
berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan.
6.
Pasal 161 KUHAP
(1) Dalam hal
saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan
terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua
sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat
belas hari.
(2) Dalam hal
tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap
tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan
merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
7.
Pasal 172 KUHAP
(1) Setelah
saksi memberi keterangan maka terdakwa atau penasihat hukum ataupenuntut umum
dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi
tersebut yang tidak mereka kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang
sidang, supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk
didengar keterangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa
hádirnya saksi yang dikeluarkan tersebut.
(2) Apabila
dipandang perlu hakim karena jabatannya dapat minta supaya saksi yang tèlah
didengar keterangannya ke luar dari ruang sidang untuk selanjutnya mendengar
keterangan saksi yang lain.
8.
Pasal 173 KUHAP
Hakim ketua
sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya
terdakwa, untuk itu Ia minta terdakwa ke luar dari ruang sidang akan tetapi
sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa
diberitahukan semua hal pada waktu ia tidãk hadir.
9.
Pasal 174 KUHAP
(1) Apabila
keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan
dengan sungguh -sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya
dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap
memberikan keterangan palsu.
(2) Apabila
saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau
atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi
itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah
palsu.
(3) Dalam hal
yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang
memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan
saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim
ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk
diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini.
(4) Jika perlu
hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan
perkara pidana terhadap saksi itu selesai.
10.
Pasal 175 KUHAP
Jika terdakwa
tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab, pertanyaan yang diajukan
kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu
pemeriksaan dilanjutkan.
11.
Pasal 176 KUHAP
(1) Jika
terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban
sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia
memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian
pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa.
(2) Dalam hal
terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak patut sehingga
mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang mengusahakan upaya sedemikian
rupa sehingga putusan tetap dapat dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.
12.
Pasal 177 KUHAP
(1) Jika
terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk
seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan
benar semua yang harus diterjemahkan.
(2) Dalam hal
seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara Ia tidak boleh pula
menjadi juru bahasa dalam perkara itu.
13.
Pasal 181 KUHAP
(1) Hakim ketua
sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan
kepadañya apakah Ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-undang ini.
(2) Jika perlu
benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.
(3) Apabila
dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau
memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan
selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.
14.
Pasal 190 KUHAP
a. Selama
pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan dapat
memerintahkan dengan surat penetapannya untuk menahan terdakwa apabila dipenuhi
ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu.
b. Dalam hal
terdakwa ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya
untuk membebaskan terdakwaa jika terdapat alasan cukup untuk itu dengan
mengingat ketentuan Pasal 30.
15.
Pasal 202 KUHAP
(1)
Panitera membuat berita acara sidang dengan memperhatikan persyaratan yang
diperlukan dan memuat segala kejadan di sidang yang berhubungan dengan
pemeriksaan itu.
(2)
Berita acara sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat juga hal yang
penting dari keterangan saksi, terdakwa dan ahli kecuali jika hakim ketua
sidang menyatakan bahwa untuk ini cukup ditunjuk kepada keterangan dalam berita
acara pemeriksaan dengan menyebut perbedaan yang terdapat antara yang satu
dengan lainnya.
(3)
Atas permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum, hakim ketua
sidang wajib memerintahkan kepada panitera supaya dibuat catatan secara khusus
tentang suatu keadaan atau keterangan.
(4)
Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera kecuali
apabila salah seorang dari mereka berhalangan, maka hal itu dinyatakan dalam
berita acara tersebut.
E.
Asas
Personalitas Aktif dan Pasif
v
Asas Personalitas Aktif :
Asas personalitas ini
bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik. Hukum pidana Indonesia mengikuti
warganegaranya kemana pun ia berada.
1.
Pasal 2 KUHP
Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
sesuatu tindak pidana di Indonesia.
2.
Pasal 5 KUHP
(1)
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar
Indonesia melakukan:
1.
salah satu
kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240,
279, 450, dan 451.
2.
salah satu
perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana
perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.
(2)
Penuntutan
perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh
menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.
v
Asas Personalitas Pasif :
1.
Pasal 3 KUHP
Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah
Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara
Indonesia.
2.
Pasal 4 KUHP
Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan di luar Indonesia:
a.
salah satu
kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 13
b.
suatu kejahatan
mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank,
ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh
Pemerintah Indonesia.
c.
pemalsuan surat
hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu
daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda
dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda
yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat
tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak
dipalsu;
d.
salah satu
kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang
pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan
bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara
melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam
keselamatan penerbangan sipil.
Langganan:
Postingan (Atom)